prosesi adat pernikahan anak bungsu (gacle dan dagangan) dari Indramayu
PROSESI ADAT
PERNIKAHAN ANAK BUNGSU DI DESA KEDUNGWUNGU KECAMATAN KRANGKENG KABUPATEN INDRAMAYU
Mufidatus
Solihah, Apriyanda Kusuma Wijaya, S.Pd., M.Pd
Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan IAIN Syekh
Nurjati Cirebon
Email mahasiswa: mufidatussolihah@gmail.com emile dosen: apriyandawijaya@syekhnurjati.ac.id
abstrak
Tujuan
penelitian ini adalah untuk mengetahui keunikan adat pernikahan di Desa
Kedungwungu Kecamatan Krangkeng Kabupaten Indramayu. Penelitian ini menggunakan
metode kualitatif yaitu suatu proses penelitian yang menghasilkan data
deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan prilaku
yang dapat diamati dan dilakukan oleh masyarakat didesa kedungwungu tersebut.hasil
penelitian ini adalah: 1) prosesi adat pernikahan anak bungsu yaitu
dagangan/jualan (jika mempelai wanita) dan gacle (jika mempelai laki-laki).
yang ada didesa kedungwungu. 2) hambatan-hambatan yang terjadi saat prosesi
dilaksanakan a) ketidaktahuan/ketidak fahaman masyarakat zaman sekarang akan
prosesi adat pernikahan tersebut b) tidak bersedianya anggota keluarga dalam
melaksanakan adat tersebut sehingga peran gacle yang seharusnya dimainkan oleh
kakak laki-laki maka digantikan oleh lebe (juru adat) yang tentunya harus
membayar denda sebesar satu kwintal beras/padi. c) alat-alat yang digunakan
tidak seperti dulu karena masyaraka zaman sekarang lebih suka hal-hal yang simpel.
Namun hambatan tersebut harus dicari solusinya sehingga hambatan tersebut tidak
merubah bahkan menghilangkan adat yang asli dan turun-temurun yang dilakukan
oleh masyarakat di desa kedungwungu.3) masyarakat yang masih mempertahankan
keunikan adat yang menjadi ciri khas dari desa Kedungwungu terutama di Blok
Karanganyar.
Kata kunci: Adat
Pernikahan, Pernikahan Anak Bungsu, Dagangan dan Gacle
Abstract
The
purpose of this study was to determine the uniqueness of wedding customs in
Kedungwungu Village, Krangkeng District, Indramayu Regency. This study uses a
qualitative method which is a research process that produces descriptive data
in the form of written or oral words from people and behaviors that can be
observed and carried out by the community in the Kedungwungu village. The
results of this study are: 1) the procession of the marriage of the youngest is
merchandise / sales (if the bride) and gacle (if the bride). in the village of
Kedungwungu. 2) obstacles that occur when the procession is carried out a)
ignorance / ignorance of today's society of the marriage customary procession
b) the unavailability of family members in implementing the custom so that the
role of the gacle that should be played by a brother is replaced by lebe ( adat
interpreter) which of course has to pay a fine of one quintal of rice / paddy.
c) the tools used are not like they used to be because today's society prefers
simple things. However, these obstacles must be sought for a solution so that
these obstacles do not change or even eliminate the original and hereditary
traditions carried out by people in the Kedungwungu village. 3) Communities
that still maintain the customary uniqueness that is the hallmark of the
Kedungwungu village especially in the Karanganyar.
Keywords: Customary
Marriage, Youngest Child Marriage, Daganan and Gacle
A.
PENDAHULUAN
Setiap
masyarakat mempunyai karakter tersendiri yang dapat membedakan dengan karakter
yang dimiliki oleh masyarakat lain, termasuk di dalamnya nilai-nilai budaya
yang dijadikan sebagai pedoman atau pola tingkah laku individu-individu
tersebut dalam berbagai aktifitas kehidupannya. Kebudayaan merupakan hasil dari
pemikiran manusia. Sehingga dimanapun tempatnya pasti memiliki kebudayaan yang
berbeda-beda. Begitupula dengan Indonesia yang dijuluki Negara kepulauan yang
didalamnya pasti ada suku dan adat yang berbeda.
Menurut
hasil penelitian St. Hajar dkk (2018) Dalam setiap masyarakat, baik yang
kompleks maupun sederhana, memiliki kebudayaan yang berbeda satu dengan yang
lainnya kebudayaan merupakan hasil segala akal dan pikiran manusia yang terintegrasi
ke dalam prilaku-prilaku masyarakat yang biasanya diwariskan secara
turun-temurun. Berdasarkan dari penuturan pelaksana pernikahan dapat diketahui
bahwa perkawinan adat adalah salah satu bentuk budaya lokal yang tumbuh
ditengahtengah masyarakat. Bentuk budaya lokal ini memiliki perbedaan dan
keunikan pada komitas masyarakat tertentu. Hal ini biasa terlihat pada tatacara
pelaksanaannya, begitu pula pada simbol-simbol yang muncul dari budaya
tersebut.
Upacara adat pernikahan yang menjadi salah
satu adat tradisi yang masih bertahan di masyarakat. Namun, di zaman yang
semakin maju ini banyak masyarakat yang sudah meninggalkan tradisi adatnya
apalagi pada masyarakat kota. Karena mereka menganggap bahwa adat itu kuno,
tidak kekinian, ketinggalan zaman, dan lain sebagainya. Anggapan tersebut
menjadikan masyarakat zaman sekarang lebih suka akan hal-hal baru yang lebih
mengedepankan penampilan dalam berbagai hal. Contohnya ketika mengadakan suatu
pernikahan maka mereka akan memilih meniru gaya orang barat seperti pakaian dan
susunan acaranya.
Pada
kesempatan kali ini penulis akan membahas bagaimana uniknya prosesi adat
pernikahan anak bungsu masyarakat Indramayu khususnya di Kecamatan Krangkeng
Desa Kedungwungu yang sebagian masyarakatnya masih melestarikan adat pernikahan
anak bungsunya baik yang laki-laki maupun perempuan. Adapun tujuan dari
penelitian ini yaitu untuk memenuhi tugas mandiri mata kuliah Kebudayaan
Indonesia. Selain itu, disini penulis ingin berbagi info tentang prosesi adat
pernikahan yang terjadi di Desa Kedungwungu ini karena adat tersebut sampai
saat ini masih dijalankan dan dilaksanakan oleh masyarakat sekitar. Dan
terakhir, tujuan dari penelitian ini untuk mengatasi hambatan-hambatan yang
terjadi saat prosesi adat berlangsung yang terkadang sudah menyimpang dari adat
yang sebenarnya.
B.
METODE PENELITIAN
Berdasarkan metodologinya, maka terbentuklah pertanyaan penelitian 1)
bagaimana prosesi adat dagangan dan gacle berlangsung? 2) apakah ada
hambatan-hambatan yang terjadi saat prosesi berlangsung? 3) kenapa adat
dagangan dan gacle sampai saat ini masih dipertahankan?. Jenis data yang
digunakan yaitu data primer dan data sekunder. Sedangkan metode penelitian yang
digunakan ialah metode kualitatif dan studi literature sehingga penulis lebih
banyak informasi yang didapatkan. Metode kualitatif yaitu suatu proses
penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau
lisan dari orang-orang dan prilaku yang dapat diamati dan dilakukan oleh
masyarakat setempat. Karena penulis juga salah satu warga dari desa tersebut
maka, tetapi untuk melakukan metode kualitatif penullis melakukan wawancara
langsung dari salah satu warga di desa tersebut. Sedangkan studi literature yaitu
penelitian tidak harus turun ke lapangan dan bertemu dengan responden,
data-data yang dibutuhkan dalam penelitian dapat diperoleh dari sumber pustaka
yang berupa dokumen, seperti buku, jurnal, makalah, dan internet. Adapun objek
penelitiannya yaitu anak bungsu yang akan melaksanakan pernikahan. Teknik pengumpulan
data yang dilakukan dengan memanfaatkan beberapa media, diantaranya: wawancara/interview,
media online seperti jurnal dan dokumentasi.
C.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Pernikahan
berasal dari kata dasar “nikah”. Kata itu merupakan bahasa Arab, yaitu nikkah
yang berarti perjanjian perkawinan. Pengesahan secara hukum suatu pernikahan
biasanya terjadi pada saat penandatanganan dokumen tertulis dalam mencatatkan
pernikahan. Dalam definisi etimologi, nikah bermakna wath’u (bersetubuh) dan
aqad (perjanjian) sekaligus. Secara terminologi, nikah adalah aqad yang berisi
atas diperbolehkannya seorang laki-laki berhubungan seksual dengan perempuan,
berciuman, berangkulan, dan lain-lain (Almanar, 2006, h.3).
Upacara
pernikahan mengubah seseorang individu dalam menempuh kehidupan baru. Keluarga
yang baru dibangun perlu dibina agar mendatangkan suasana yang bahagia,
sejahtera, nyaman, dan tentram. Oleh karena itu, hal ini membutuhkan sikap
tanggung jawab, terstruktur, dan terpadu. Masing-masing anggota keluarga
dituntut berperan aktif sesuai dengan kemampuannya. Keluarga Jawa juga ada yang
menganut sistem kekuasaan dwi tunggal atau bersifat paternalistik, yaitu
pemegang kekuasaan keluarga adalah ayah dan ibu bersama-sama. Meskipun
demikian, keputusan akhir masih berada di tangan ayah (Purwadi, 2007, h.7).
Selain
membangun keluarga baru, melalui pernikahan, manusia dapat memenuhi kebutuhan
biologisnya sehingga hal itu merupakan elemen untuk melanjutkan kehidupan
generasi. Manusia selalu berharap agar mendapat karunia dari Tuhan, dari
masyarakat, dari keluarga, maupun dari dalam dirinya sendiri. Oleh sebab itu,
penyaluran kebutuhan biologis diatur melalui pernikahan yang sah. Masa
pernikahan merupakan salah satu perkembangan daur hidup manusia yang sangat
mengesankan. Hal itu merupakan masa yang sangat penting untuk diperingati
karena bertemunya dua insan yang berbeda jenis, kepribadian, sifat, dan watak
untuk dipersatukan menjadi satu keluarga. Dengan demikian, masyarakat
mengembangkan tata cara upacara perkawinan, mulai dari tata cara pernikahan
masyarakat Jawa biasa sampai pada pernikahan masyarakat Jawa kelas atas
(bangsawan dan raja) (Pringgawidagda, 2006, h.65).
1.
Prosesi Adat
Dagangan dan Gacle
Proses adat pernikahan di tiap-tiap daerah
di Nusantara khususnya dan dunia pada umumnya selalu menjadi obyek yang sangat
menarik perhatian untuk dikaji dan diteliti, baik dari segi latar belakang
budaya, agama, maupun keyakinan masyarakat itu sendiri. Pernikahan yang
dilakukan bukan hanya menyatukan dua insan yang berbeda jenis yang saling
mencintai, tetapi lebih dari itu, ada nilai-nilai yang tidak dapat dipisahkan
dari perkawinan itu sendiri dan penting untuk dipertimbangkan, seperti status
sosial, ekonomi, dan nilai-nilai budaya dari masing-masing keluarga pria maupun
wanita. Adat pernikahan anak bungsu pada masyarakat di desa Kedungwungu Blok Karanganyar
ini mengandung nilai-nilai tersendiri yang berdasarkan keyakinan dan penting
untuk dipertimbangkan demi tercapainya tujuan pernikahan itu sendiri.
Pelaksanaan pernikahannya yaitu ada adat
Dagangan untuk mempelai wanita dan ada adat Gacle untuk mempelai pria. Adat
tersebut berlaku jika salah satu dari keduanya adalah anak bungsu yang berasal
dari Desa Kedungwungu Blok Karanganyar, juga berlaku ketika salah satu dari
keduanya menikah dengan bukan masyarakat desa tersebut. Pernikahan ini
melibatkan keluarga, tetangga, dan tamu undangan yang hadir dari kedua calon
mempelai, karena adat tersebut memiliki keunikan yang membedakan penikahan
lainnya yang ada di Indonesia.
Dalam setiap masyarakat, baik yang
kompleks maupun sederhana, memiliki kebudayaan yang berbeda satu dengan yang
lainnya kebudayaan merupakan hasil segala akal dan pikiran manusia yang terintegrasi
ke dalam prilaku-prilaku masyarakat yang biasanya diwariskan secara
turun-temurun.
Berdasarkan dari penuturan pelaksana
pernikahan dapat diketahui bahwa perkawinan adat adalah salah satu bentuk
budaya lokal yang tumbuh ditengahtengah masyarakat. Bentuk budaya lokal ini
memiliki perbedaan dan keunikan pada komitas masyarakat tertentu. Hal ini biasa
terlihat pada tata cara pelaksanaannya, begitu pula pada simbol-simbol yang
muncul dari budaya tersebut.
Adapun tahap dari proses pernikahan anak
bungsu di Desa Kedungwungu Blok Karanganyar secara umum sebagai berikut:
a. Prosesi
ngiket/nenalen
Proses ini sama dengan
proses tunangan hanya istilahnya yang berbeda, karena kata ngiket itu bearti
mengikat dan nenalen itu artinya mengikat. Ngiket yaitu jika dari pihak wanita
dan pria sudah saling mengenal satu sama lain. Maka dari pihak pria kemudian
datang untuk membicarakan keseriusan dari pihak pria kepada pihak wanita dan jika disetujui maka keduanya sudah saling
sepakat untuk ketahap berikutnya lamaran. Ngiket/nenalen itu bukan hanya
dilakukan untuk anak bungsu saja, tetapi semuanya. Adat ngiket juga tidak
sering dilakukan, hanya orang-orang yang ingin saja.
b. Prosesi
Ngelamar
Proses ini sama dengan
proses lamaran pada umumnya. Dimana pihak calon mempelai pria beserta keluarga datang
menemui pihak wanita dan mengutarakan maksud baik untuk ke jenjang yang lebih
serius yaitu pernikahan. Dan jika keduanya sepakat maka biasanya akan langsung
ditentukan tanggal pernikahan dilangsungkan.
c. Prosesi
akad nikah
1) Proses
ini diawali dengan asrahan/seserahan yang mana pihak calon mempelai pria
beserta rombongannya dari rumah membawa seserahan/mas kawin/mahar serta pihak
calon mempelai pria membawa bekal pernikahan seperti lemari, kasur, sembako dan
lainnya Jika si calon mempelai pria anak bungsu maka harus ada gacle yang
memikul 2 keranjang yang berisi bahan masakan yang masih mentah serta membawa
golok (pisau besar dan berat yang biasanya digunakan untuk berkebun) yang
diikat dipinggangnya. Gacle itu perumpamaan dari keluarga yang menjaga anak
bungsu hingga si anak bungsu bisa sampai ke pernikahan. Gacle itu tanda penutup
bahwa si orang tua sudah menikahkan semua anaknya. Yang menjadi Gacle itu
seharusnya kakak laki-laki dari si bungsu tersebut, namun pada saat ini
biasanya digantikan/diwakilkan oleh orang yang mengerti adat dan si kakak
tersebut harus membayar denda berupa 1 kwintal beras untuk diberikan kepada
yang menggantikannya. Pada prosesi asrahan gacle yang memimpin arak-arakan dari
rumah calon mempelai pria ke rumah calon memepelai wanita.
2) Selanjutnya
jika sudah sampai dirumah calon mempelai wanita yang merupakan anak bungsu maka
ada prosesi Dagangan (jualan) yang mana nanti ada perwakilan dari calon
mempelai wanita yang menemui perwakilan pihak pria dan saat itu ada tawar menawar
antara kedua belah pihak. Di ibaratkan di calon mempelai itu sedang berjualan
dan semua jualannya itu dibeli semua (diborong) oleh calon mempelai laki-laki
dengan penjualnnya (mempelai wanita).
3) Selanjutnya
akan ada MC yang mengarahkan acara ijab qobul dilakukan.
a) Acara
pertama dibuka oleh MC.
b) MC
memberikan sambutan kepada pihak keluarga calon mempelai pria. Kemudian acara
sambutan balasan dari pihak keluarga calon mempelai wanita, kepada calon
mempelai pria.
c) Selanjutnya
acara seserahan, dilakukan serah terima secara simbolis, oleh ibu calon
mempelai pria yang menyerahkan seserahan kepada ibu dari calon mempelai wanita.
Bahwa kedua keluarga besar telah saling menerima calon mempelai pria maupun
wanita. Bisa dengan melakukan serah terima mahar, pengalungan bunga, atau
berjabat tangan oleh perwakilan kedua belah pihak calon mempelai.
d) Berikutnya
ada pembacaan ayat suci Al-Qur’an yang setelahnya ada calon mempelai wanita
diarahkan ke meja ijab kabul dan duduk di sebelah kiri calon mempelai pria. Namun
dalam acara pernikahan Islami syar'i, saat akad nikah dan berlangsungnya ijab
kabul, sang pengantin perempuan posisinya terpisah dengan pengantin pria, alias
tidak berdampingan. Biasanya disediakan tempat, seperti kamar atau ruangan
khusus. Sang pengantin perempuan menunggu sampai ijab selesai, kemudian ia
keluar dari tirai dan menemui sang pengantin pria setelah sah menjadi istri.
Proses ijab qabul nya tergantung dari keinginan dari kedua mempelai.
e) Setelah
akad nikah/ijab qabul sudah dilaksanakan selanjutnya ada prosesi pemasangan
cincin pernikahan yang dilanjutkan nasihat pernikahan dan do’a.
f) Selanjutnya
ada prosesi sungkeman kepada orang tua dan salam-salaman atau pengucapan
selamat kepada para tamu undangan.
d. Setelah
prosesi akad nikah sudah dilaksanakan, biasanya rombongan dari pihak pengantin
pria akan kembali/pulang yang dipimpin kembali oleh gacle. Pada awal
pemberangkatan gacle membawa pikulan yang kemudian di isi oleh pihak wanita
yang isinya berupa nasi, ayam bakar, dan lainnya.
e. Setelah
prosesi akad nikah selesai dilaksanakan, selanjutnya akan kembali seperti acara
resepsi atau hajatan yang sering terjadi di dalam masyarakat.
2. Hambatan-hambatan
yang sering terjadi saat prosesi berlangsung.
a.
Ketidaktahuan/ketidak
fahaman masyarakat zaman sekarang akan prosesi adat pernikahan tersebut. Sebenarnya,
tradisi dagangan dan gacle itu dari zaman dahulu sudah ada dan sudah diterapkan
didesa Kedungwungu, namun yang terjadi masyarakat di Blok lain sudah
meninggalkan tradisi tersebut dan hanya masih terjadi di Blok Karanganyar
b.
Tidak
bersedianya anggota keluarga dalam melaksanakan adat tersebut sehingga peran
gacle yang seharusnya dimainkan oleh kakak laki-laki maka digantikan oleh lebe
(juru adat) yang tentunya harus membayar denda sebesar satu kwintal beras atau
berupa uang yang seharga dengan 1 kwintal beras.
c.
Alat-alat yang
digunakan tidak seperti dulu karena masyaraka zaman sekarang lebih suka hal-hal
yang simpel. Contohnya yaitu dalam seserahan, biasanya masih tadisional dan
disusun sendiri seperti buah-buahan dibawa mengunakan keranjang kecil yang
sekarang diganti dengan memesan seserahan 1 paket komplit.
Namun hambatan tersebut harus dicari solusinya sehingga hambatan
tersebut tidak merubah bahkan menghilangkan adat yang asli dan turun-temurun
yang dilakukan oleh masyarakat di desa kedungwungu blok Karanganyar.
3. Masyarakat
di Blok Karanganyar yang masih mempertahankan adat dagangan dan gacle untuk
pernikhan anak bungsunya. Karena mereka percaya bahwa jika tidak menggunkan
adat tersebut maka akan terjadi sesuatu pada pernikahan itu seperti sering
sakit, tidak harmonisnya rumah tangga, yang bahkan bisa mengakibatkan
perceraian dan lain sebagainya.
Lalu, masyarakat berpendapat bahwa jika
masih bisa dijalankan dan tidak merugikan salah satu pihak kenapa harus
ditinggalkan. Yang mana tradisi malah banyak sisi positifnya yaitu bisa
mengumpulkan keluarga yang jauh dan masyarakat lain untuk saling gotong royong,
saling membantu, dan saling menyambung tali silaturrahim antar masyarakat.
D.
KESIMPULAN
Adat
pernikahan anak bungsu di Blok Karanganyar Desa Kedungwungu untuk laki-laki biasa
disebut dengan Gacle, yang merupakan tanda penutup bahwa si
orang tua sudah menikahkan semua anaknya.
Dan untuk perempuan ada adat dagangan, yang merupakan tanda dari keluarga
perempuan yang menyerahkan anak bungsunya untuk dijadikan istri oleh yang
membelinya (yang mau menikahinya). Pada masyarakat Blok Karanganyar Desa
Kedungwungu pernikahan merupakan suatu proses kegiatan yang meliputi
perencanaan dan pelaksanaan. Tahap persiapan sebelum pernikahan dilaksanakan
seperti ngiket/nenalen (tunangan), kemudian tahap ngelamar(lamaran) dan tahap
pelaksanaan (hari pernikahan).
Adat
dagangan dan gacle masih dipertahankan oleh masyarakat Blok Karanganyar Desa
Kedungwungu karena mereka percya bahwa jika adat tersebut tidak lakukan akan
ada musibah yang menimpa bagi pasangan tersebut, adat tersebut juga merupakan
wadah bagi keluarga dan masyarakat untuk saling gotong royong, tolong menolong
dan tentunya mempererat tali silaturrahim.
E.
REFERENSI
Hajar, St dkk. 2018. “Prosesi Pernikahan Adat Di
Kelurahan Cikoro’ Kecamatan Tompobulu Kabupaten Gowa” dalam Jurnal Adabiyah Vol.18 Nomor 1/2018 (hal. 49-63). Makassar:
Universitas Islam Negri Alauddin.
Pratama, Bayu Ady dan Novita Wahyuningsih. 2018. “Pernikahan
Adat Jawa Di Desa Nengahan, Kecamatan Bayat, Kabupaten Klaten” dalam Jurnal Haluan Sastra Budaya,
Volume 2, No. 1 Juni 2018 (hal. 19-40). Solo: Universitas
Sebelas Maret.
Komentar
Posting Komentar